BERITA NANA4D – Indonesia Police Watch (IPW) mensinyalir adanya dugaan dua kasus korupsi bank pemerintah daerah Jawa Tengah, sebagaimana temuan di lapangan.
Mereka pun berencana melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 4 Maret 2024.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, dua kasus tersebut berdasarkan hasil temuan pihaknya di lapangan.
BACA JUGA : Menghitung Peluang Anies Baswedan Vs Ahok di Pilgub DKI Jakarta? Akankah Kembali Terulang?
Adapun kasus pertama yakni, dugaan korupsi yang dilakukan direktur utama bank tersebut. Kasus ini berawal dari kegiatan rekreasi karyawan bank tersebut pada tahun 2016. Menyusul rencana itu, kata dia, Direksi bank kemudian mengeluarkan surat keputusan tentang Subsidi Biaya Rekreasi.
Dalam aturannya, setiap karyawan masing-masing berhak menerima subsidi sebesar Rp2.000.000 dan untuk anak karyawan sebesar Rp1.500.000 dengan maksimal 3 orang dan batas usia maksimal 25 tahun.
“Dalam pelaksanaannya tidak semua karyawan yang mengikuti rekreasi, tetapi uangnya tetap dapat dicairkan,” ujar Sugeng kepada wartawan, Selasa (27/2/2024).
Selanjutnya, kata dia, kegiatan rekreasi yang dilakukan juga diwajibkan menggunakan penyedia jasa tur pihak ketiga, namun dengan kesepakatan tidak tertulis.
Diduga atas perintah lisan direktur utama bank dengan direktur penyedia jasa tur dengan sejumlah fee yang sudah disepakati.
BACA JUGA : Pria yang Tembakkan Senjata Api di Jatinegara Ternyata Mantan Suami Dina Lorenza dan Cut Keke
Padahal, Sugeng mengatakan dengan jumlah pengeluaran uang negara yang melebihi Rp200 juta, seharusnya penunjukan dari bank pemerintah daerah dilakukan melalui proses lelang.
Untuk kasus kedua, dugaan korupsi terkait dengan pembagian keuntungan bank pada periode 2018-2023.
Selama periode itu, ia menyebut bank tersebut selalu mendapatkan penyertaan modal APBD dari Pemprov Jawa Tengah dan Pemkot Semarang. Akan tetapi, Sugeng mengatakan keuntungan yang diberikan bank itu tidak sesuai dengan kondisi aslinya.
“Karena ada pemasukan yang dikorupsi yang diduga dilakukan oleh direktur bank dengan modus kredit yang dikeluarkan oleh bank itu,” jelas Sugeng.
Sugeng menjelaskan, melalui modus tersebut, seluruh nasabah bank maupun jaminan asuransi pemenang lelang proyek di Jawa Tengah akan dikenakan premi asuransi dari Askrida.
Dalam aturan yang ada, kata dia, seharusnya pihak bank akan menerima cash back dari asuransi Askrida sebagai pendapatan negara. Hanya saja, Sugeng menyebut, cash back itu justru tidak diberikan pihak bank sebagai pendapatan negara.
BACA JUGA : Jokowi Bakal Beri Pangkat Jenderal Kehormatan ke Prabowo, Ini Respons Anggota DPR hingga Kemenhan
Dan oleh direktur asuransi ASKRIDA itu tidak dimasukkan ke bank sebagai pendapatan negara, melainkan diduga disetorkan tunai kepada direktur utama bank. Diduga uang tersebut juga dibagikan ke komisaris bank.
“Dugaan kerugian negara atas perbuatan tersebut selama periode 2018-2023 mencapai ratusan miliar rupiah,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari pihak terkait.