beritanana4d.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia tetap menerapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. PPN 12 persen tersebut akan dikenakan untuk barang mewah. Meski demikian, pemerintah memberikan stimulus untuk mengimbangi kenaikan PPN ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kompak menyatakan, pemberlakuan PPN 12 persen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hal itu juga telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Saat pembahasan UU HPP, pemerintah memperhatikan kebutuhan masyarakat terutama kelompok ekonomi menengah ke bawah. Lewat undang-undang ini, pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat. Hal tersebut meliputi sektor pangan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan jasa sosial lainnya.
Adapun barang dan jasa itu termasuk bahan kebutuhan pokok antara lain beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi. Lalu jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum.
Hal ini bertujuan meringankan beban masyarakat dan memastikan akses yang lebih akses yang lebih adil terhadap barang dan jasa esensial.
“Hampir seluruh fraksi setuju bahwa negara harus menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Keberpihakan ini diwujudkan melalui fasilitas PPN untuk barang kebutuhan pokok, baik berupa barang maupun jasa yang dikonsumsi masyarakat luas,” ujar Sri Mulyani.
Barang Mewah Kena PPN 12 Persen
Menko Airlangga Hartarto menuturkan, sejalan dengan azas keadilan dan gotong royong, atas Barang dan Jasa Mewah yang dikonsumsi masyarakat mampu yang sebelumnya tidak diterapkan PPN kini dikenakan PPN 12 persen.
Kelompok barang yang akan dikenakan PPN 12 persen yakni bahan makanan premium. Antara lain beras premium, buah-buahan premium, daging premium seperti wagyu hingga kobe.
Selain itu, aneka ikan juga kena PPN 12 persen yakni salmon premium hingga tuna premium. Lalu udang dan crustacea premium seperti king crab. Kemudian pengenaan tarif PPN 12 persen juga sasar pelanggan listrik rumah tangga, salah satunya 6600 VA.
“Bahan makanan premium yakni beras, buah-buahan, ikan dan daging premium, pelayanan kesehatan medis premium, jasa pendidikan premium dan listrik pelanggan rumah tangga sebesar 3.500 VA-6.600 VA, akan dikenakan PPN 12 persen,” ujar Airlangga.
Dampak PPN 12 Persen
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sarman Simanjorang menuturkan, transaksi-transaksi perdagangan pengusaha barang hingga jasa mewah juga akan terdampak.
“Saya yakin (pengusaha) juga sudah mengantisipasi kebijakan daripada pemerintah ini. Kita dari pengusaha awalnya ingin PPN 12% ini ditunda dari semua barang dan jasa, baik itu mewah atau tidak, sampai kondisi ekonomi membaik. Tetapi dengan kebijakan ini mau tidak mau akan berdampak pada barang dan jasa premium yang dikenakan pajak oleh pemerintah sebesar 12% per Januari 2025,” ujar dia kepada beritanana4d.com.
Di tengah rencana penerapan PPN 12 persen itu, Ketua Bidang Kelembagaan dan Kemitraan Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Rizal Mulyana prihatin terhadap dampak bagi sektor ritel.
Ia menilai, kenaikan PPN 12 persen makin memberatkan pelaku usaha di sektor ritel yang telah terkena dampak penurunan daya beli masyarakat. Ditambah inflasi yang terus terjadi setiap tahun sehingga menciptakan kondisi ekonomi makin sulit.
“Sudah pasti angka PPN 12 persen ini sangat memberatkan untuk para peritel yang saat ini pun daya beli sudah sangat menurun dan setiap tahun tetap ada yang namanya inflasi. Jadi, sudah sulit dengan adanya inflasi ditambah lagi dengan PPN naik 12 persen,” ujar Rizal kepada beritanana4d.com, Selasa, 17 Desember 2024.
Buruh Khawatirkan Hal Ini
Selain itu, buruh juga khawatir PPN 12 persen berdampak terhadap kebutuhan masyarakat meski pemerintah menetapkan kenaikan hanya berlaku bagi barang kategori mewah.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menuturkan, belum ada kejelasan mengenai barang kategori mewah dan tidak mewah sehingga akan buat masyarakat bingung.
“Kemungkinan besar seperti itu (berdampak ke kebutuhan pokok). Jadi agak aneh kalau ada 2 kebijakan tentang pajak. Kategori barang mewah itu apa, kategori barang yang tidak mewah itu apa, nanti kan itu juga membuat masyarakat menjadi kebingungan,” kata Elly kepada beritanana4d.com, Selasa, 17 Desember 2024.
Dia prediksi, PPN 12 persen bagi barang mewah akan berdampak ke barang-barang lainnya. Dampak itu bisa dirasakan ketika kebijakan tersebut benar-benar diterapkan mulai Januari 2025.
“Kalau dinaikkan pajak untuk yang barang mewah secara otomatis nantikan akan terpengaruh dengan barang-barang lainnya. Kita lihat saja nanti pasti akan ada kenaikan barang-barang lain terutama bahan-bahan pokok karena kita belum tahu apa alasan pemerintah ini membuat ada dua kebijakan yang berbeda dalam satu negara terutama mengenai pajak,” tutur dia.
Tabungan Masyarakat Bakal Sulit Naik
Tak hanya itu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai, tren tabungan masyarakat terutama pada segmen simpanan di bawah Rp 100 juta, berpotensi sulit meningkat karena ada tarif PPN 12 persen.
“Sepertinya ketika sinyalnya daya beli, dicurigai menurun, kebijakan kenaikan pajak tidak terlalu akurat. Tapi saya enggak tahu, mungkin memang pemerintah lagi butuh uang untuk menambal anggarannya, mungkin juga bagus kalau uangnya langsung dipakai untuk program yang berguna untuk masyarakat,” kata Purbaya saat ditemui usai LPS Morning Talk di Jakarta, Selasa seperti dikutip dari Antara.
Purbaya menuturkan, tren tabungan masyarakat tidak akan langsung turun setelah penerapan tarif PPN 12 persen, namun cenderung mengalami kesulitan untuk terus meningkat.
“(Tabungan) enggak anjlok, tapi saya melihat sulit untuk naik kencang,” ujar dia.
Tekan Daya Beli
Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar mengatakan, penerapan PPN 12 persen dapat meningkatkan tekanan ekonomi bagi masyarakat kelas bawah dan menengah.
PPN 12 persen akan menambah pengeluaran kelompok miskin hingga Rp 101.880 per bulan, sedangkan kelompok kelas menengah menghadapi tambahan pengeluaran sekitar Rp 354.293 per bulan.
“Kebijakan ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan. Kementerian Keuangan hari ini pandai sekali bermain kata-kata. Seolah-olah pemerintah dan DPR mendukung kebijakan progresif dengan pengecualian barang pokok dari Pajak Pertambahan Nilai. Padahal, pengecualian itu sudah ada sejak 2009. Kenyataannya, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah,” tegas Wahyudi.
Selain itu, kenaikan PPN menjadi 12 persen berisiko tekan daya beli rumah tangga sehingga berpengaruh ke konsumsi.
“Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen-an. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat,” ujar Ekonom Nailul Huda.
Produsen tepung olahan gandum, PT Cerestar Indonesia Tbk (TRGU) mengungkapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berpotensi dapat menurunkan daya beli masyarakat.
CFO dan Corporate Secretary Cerestar Indonesia, Mulyadi Chandra menuturkan, harga-harga barang terutama barang mewah mengalami kenaikan PPN, tetapi bahan makanan tidak mengalami peningkatan.
Menurut Mulyadi jika nantinya tetap terjadi kenaikan 1 persen, mau tidak mau perseroan akan membebankan kepada end user.
“Bahan makanan tidak mengalami peningkatan kalaupun ada peningkatan 1 persen mau tidak mau kami akan pass on ke end user, ke market,” kata Mulyadi dalam Public Expose, Selasa, 17 Desember 2024.
Insentif Topang Kelas Menengah
Menko Airlangga menuturkan, kehadiran paket insentif yang diumumkan pemerintah menjelang pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dinilai dapat menjadi penopang daya bagi kelas menengah menghadapi perubahan pajak tersebut.
“Pemerintah kemarin sudah mengeluarkan paket insentif untuk memperkuat daya dorong daripada kelas menengah dan kemarin banyak insentif diberikan,” ujar Airlangga saat ditemui di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.
Adapun pemerintah melalui Kabinet Merah Putih berupaya agar pemberlakuan PPN 12 persen bisa berjalan dengan lancar lewat pemberian insentif berupa beberapa potongan harga untuk komoditas tertentu.
Airlangga memberikan contoh seperti insentif 50 persen untuk 2.200 VA ke bawah ada banyak rumah tangga yang akan terbantu lewat insentif tersebut. “Itu penerima manfaatnya itu mendekati 81,4 juta. Atau 97 persen dari pelanggan listrik. Nah itu sangat bisa menunjang daya konsumsi ke depan,” tutur Airlangga.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menuturkan, berbagai insentif yang akan diberikan pemerintah jika dijalankan sesuai rencana, dapat menopang daya beli masyarakat. Menurut dia, inflasi tidak akan melejit, karena situasi ekonomi Indonesia sedang lambat.
Wijayanto menilai kenaikan PPN 1 persen tidak terlalu berdampak pada harga. Tetapi, dalam konteks ini Pemerintah perlu memastikan tidak muncul perilaku aji mumpung, di mana pelaku usaha menaikkan harga tinggi, dengan memanfaatkan momentum kenaikan PPN.
“Hal ini berpotensi mendongkrak inflasi dan menggerus daya beli,” tutur dia.
Rincian Paket Stimulus
Seiring pengumuman penerapan PPN 12 persen berlaku Januari 2025, pemerintah juga mengumumkan sejumlah paket stimulus untuk menghadapi kenaikan PPN tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Berikut rincian paket stimulus:
1. Stimulus Kesejahteraan Masyarakat Rendah
PPN DTP 1 persen Bapokting: Minyakita, Tepung Terigu, Gula Industri
Bantuan pangan/beras; 16 juta KPM; @10 kg/bulan, selama 2 bulan.
Diskon Listrik 50 persen selama 2 bulan (Daya Terpasang 450 VA)
2. UMKM atau Industri
Diberikan perpanjangan masa berlakunya PPh final 0,5 persen dari omzet sampai dengan tahun 2025 melalui revisi Peraturan Pemerintah.
Untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500juta/tahun kembali dibebaskan dari PPh.
Skema Pembiayaan Industri Padat Karya
3. Kelas Menengah
PPN DTP Properti: pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar atas Rp2 miliar pertama, dengan skema diskon sebesar 100 persen untuk bulan Januari-Juni 2025 dan diskon sebesar 50 persen untuk Juli-Desember 2025.
PPN DTP Otomotif:
(i) bagi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) berupa PPN DTP 10 persen KBLBB CKD, PPnBM DTP 15 persen KBLBB impor CBU dan CKD, BM 0 persen KBLBB CBU;
(ii) bagi kendaraan bermotor hybrid, berupa PPnBM DTP 3 persen.
Diskon Listrik 50 persen selama 2 bulan (Daya Terpasang 450 VA hingga 2200 VA)
Insentif PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja sektor padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta/bulan.
Pekerja yang mengalami PHK; kemudahan mengakses Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Kartu Prakerja.
Diskon 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan