BERITA NANA4D – Berdasar hasil pemantauan hilal di kompleks Masjid Al-Aqsa di kota Tua Yerusalem, pemerintah Palestina resmi menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Senin (11/3/2024).
Tak seperti Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, kali ini jutaan warga Palestina harus menjalani puasa Ramadhan dengan suasana suram, imbas serangan militer Israel yang tak kunjung mereda.
BACA JUGA : Ritsleting Baju Balap Marc Marquez Bermasalah, Lolos Hukuman karena Tak Sampai Telanjang Dada
Salah satu pengungsi Gaza Hanaa al-Masry menceritakan kondisi memprihatinkan yang harus dihadapi keluarganya saat hari pertama Ramadhan.
Akibat krisis pangan yang terjadi di sejumlah kamp-kamp pengungsian, ia kini tak bisa menyiapkan hidangan makanan untuk sahur maupun buka puasa.
“Saya dulu suka menyiapkan makanan berupa keju, selai, kacang-kacangan, dan telur untuk menghidupi keluarga saya sepanjang puasa dan kemudian menyiapkan sesuatu yang lezat untuk berbuka puasa, namun kini semuanya berbeda,” ujar Masry, dikutip dari The Guardian.
“Di sini, tidak akan ada dekorasi, tidak ada makan malam keluarga yang menyenangkan, dan tidak ada pembacaan Al-Qur’an di bawah pohon lemon dan lentera. Segala sesuatu di sekitar kami suram dampak pemboman Israel,” imbuhnya.
Hal serupa juga dialami oleh para pengungsi di tempat penampungan yang dikelola PBB di dekat Khan Younis.
Hussein al-Awda, petugas program di sebuah LSM internasional mengatakan sejak konflik dimulai, para pengungsi hanya mengandalkan makan kacang kacangan untuk bisa bertahan hidup.
“Ada beberapa kacang-kacangan dan buah-buahan kering di pasaran, sejenis makanan yang harus kita santap saat berbuka puasa di bulan Ramadhan, tapi harganya sangat mahal. Buka puasa hanya akan menjadi lebih banyak kacang,” kata Awda.
Maha, salah satu warga Gaza yang juga merupakan ibu dari lima anak itu mengatakan telah berpuasa dengan menahan lapar dan haus, sejak Oktober 2023 lalu.
BACA JUGA : Warga Ringkus Begal di Cibitung Bekasi, Pelaku Nyaris Jadi Bulan-bulanan
“Kami tidak melakukan persiapan apapun untuk menyambut Ramadhan karena kami telah berpuasa selama lima bulan,” kata Maha.
“Tidak ada makanan, kami punya makanan kaleng dan nasi, sebagian besar makanan dijual dengan harga mahal,” tambah Maha.
Gaza Dilanda Krisis Pangan Akut
Organisasi pangan dan pertanian PBB (FAO) mengungkapkan, saat ini sebanyak 2,3 juta rumah tangga di jalur gaza menderita kerawanan pangan akibat aksi blokade yang dilakukan militer israel.
Tak hanya itu pasca Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan blokade pasokan listrik, bahan bakar, dan bahan pangan, kini ratusan anak dan balita terancam mengalami stunting dan gizi buruk akibat tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.
Situasi yang memprihatinkan ini juga membuat sejumlah bayi di rumah sakit di Gaza utara tewas karena dehidrasi dan kekurangan gizi, kata Kementerian Kesehatan di wilayah Palestina yang terkepung.
“Enam bayi meninggal di Rumah Sakit Kamal Adwan dan Kompleks Medis Al Shifa di Jalur Gaza utara, empat bayi meninggal di Rumah Sakit Kamal Adwan sementara tujuh bayi lainnya masih dalam kondisi kritis akibat kekurangan gizi dan akibat malnutrisi parah,” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra
BACA JUGA : Kronologi Pengantin Pukul Tukang Rias di Sukabumi karena Ogah Bayar, Pelaku Diburu Polisi
Untuk mencegah bertambahnya korban jiwa akibat krisis pangan, para pengungsi kini mulai putar otak mencari bahan pangan pengganti demi bisa bertahan hidup.
Seperti Marwan al-Awadeya dan keluarganya asal Gaza Utara yang terpaksa memakan batang kaktus jenis pir berduri untuk mengusir rasa lapar, di tengah ancaman krisis pangan.
Untuk mengobati rasa lapar, para warga Gaza Selatan juga ikut putar otak mengubah pakan biji burung sebagai tepung untuk membuat roti.
Cara ini dilakukan usai warga Gaza Utara tak mampu membeli tepung yang kini menjadi benda paling langka di Gaza. Dimana harga satu kantong tepung dijual jadi 200 dolar AS atau sekitar Rp 3,12 juta,
Meski sejumlah negara telah menghujani kota Gaza dengan beberapa paket bantuan, bila blokade terus dilakukan Israel maka hal tersebut akan membuat setengah juta warga Palestina akan menjadi mangsa kematian.
Mereka akan dilanda kelaparan dan kehausan akut setelah mereka hampir tidak menerima bantuan sama sekali selama berminggu-minggu.