BERITA NANA4D – Kelompok Milisi Perlawanan Lebanon – Hizbullah pada Sabtu (1/6/2024) mengumumkan kalau mereka menembak jatuh drone Hermes 900 Israel di Lebanon selatan.
Drone tersebut ditembak jatuh menggunakan rudal permukaan-ke-udara.
Hizbullah kemudian menyatakan kalau drone yang ditembak jath itu adalah drone Hermes 900 dengan muatan tinggi milik ‘musuh’.
Drone itu dikatakan telah ditembak jatuh di kota Deir Kifa, Lebanon selatan.
BACA JUGA : Brigade Al Qassam Ledakkan Enam Tentara Israel di Simpang George Rafah, Komandan IDF Bertumbangan
Drone Canggih yang Bisa Terbang Hingga 36 Jam
Hermes 900, juga dikenal sebagai “Kochav”, dirancang dan diproduksi oleh perusahaan teknologi keamanan Israel Elbit Systems dan terutama digunakan untuk misi intelijen, pengawasan, akuisisi target, pengintaian (ISTAR), dan pengintaian udara.
Ini adalah UAV medium-altitude long-endurance (MALE) dengan lebar sayap 15 meter (49 kaki).
Ia memiliki berat lepas landas maksimum sekitar 1.180 kilogram (2.600 pon).
Dioperasikan oleh Skuadron 166 Angkatan Udara Israel, Hermes 900 memiliki berat 970 kg, memiliki muatan maksimum 350 kg, dan mencapai ketinggian maksimum 30.000 kaki.
Drone ini dilengkapi dengan berbagai sensor dan muatan, termasuk kamera elektro-optik/inframerah (EO/IR), radar aperture sintetis (SAR), radar patroli maritim, sistem intelijen sinyal (SIGINT), dan kemampuan peperangan elektronik (EW).
Hermes 900 mempunyai ketahanan penerbangan maksimum hingga 36 jam dalam satu serangan mendadak, sehingga memungkinkannya melakukan misi jangka panjang.
Pesawat ini dioperasikan dari jarak jauh dari stasiun kendali darat (GCS) oleh tim operator dan menggunakan tautan data yang aman untuk komunikasi dengan stasiun kendali darat, memungkinkan kendali dan transmisi data secara real-time.
Hermes 900 mulai beroperasi dengan Angkatan Udara Israel pada tahun 2012 dan digunakan selama perang pendudukan Israel di Jalur Gaza pada tahun 2014. Ini adalah pesawat pengintai tak berawak terbesar kedua setelah Heron TP, juga dikenal sebagai Eitan, yang dikembangkan oleh ” Israel” Industri Dirgantara.
Markas IDF di Utara Hujan Roket Burkan
Penembakan jatuh drone ini menjadi lanjutan serangan harian Hizbullah ke fasilitas dan peralatan Israel.
Pada Jumat, (31/5/2024) kemarin, puluhan roket Katyusha milik Hizbullah menghujani permukiman Ga’ton, Ain Yaaqoub, dan Yehiam di Israel utara.
BACA JUGA : Indonesia Dorong Kesetaraan Akses Vaksin Lewat Pandemic Treaty
Media Israel menyebut tiga permukiman itu kini telah dimasukkan ke dalam zona peringatan.
Sirine terdengar meraung-raung di ketiga permukiman. Ini adalah pertama kalinya sirine meraung di sana sejak 7 Oktober 2023 atau ketika perang di Jalur Gaza pecah.
Dilansir dari Al Amayadeen, Hizbullah menyebut serangan itu adalah balasan atas serangan Israel di Kota Al-Naqoura yang menewaskan satu orang dan melukai lainnya.
Masyarakat Kesehatan Islam Iran menyebut korban tewas itu adalah seorang tenaga kesehatan bernama Haidar Mahmoud Jouhair.
Pada hari yang sama Hizbullah juga melancarkan operasi militer lainnya yang menargetkan pos militer dan pasukan Israel.
Hizbullah menegaskan bahwa operasi itu bertujuan untuk membela rakyat Palestina di Jalur Gaza yang sedang diinvasi oleh Israel.
Operasi itu juga sebagai balasan Hizbullah atas serangan Israel di kota-kota dan desa-desa yang berada di Lebanon selatan.
Menurut Hizbullah, roket berat jenis Burkan miliknya berhasil menghantam barak Biranit yang menjadi markas Divisi 91 Israel.
Roket itu diklaim mencapai sasarannya dengan tepat dan menimbulkan kebakaran. Sebagian barak Biranit pun hancur.
Serangan itu adalah balasan Hizbullah atas serangan Israel di Kota Maroun Al-Ras.
Hizbullah juga menargetkan pos militer Al-Baghdadi dengan roket Burkan yang berhasil mencapai sasarannya.
Serangan tersebut menjadi balasan Hizbullah atas agresi Israel di Kota Aitaroun.
Di samping itu, Hizbullah turut menghujani permukiman Ramot Naftali dengan roket
Menurut kelompok itu, para pejuangnya melancarkan serangan udara dengan pesawat tanpa awak.
Pesawat itu menyasar peluncur rudal Iron Dome milik Israel di pangkalan udara Al-Zaoura.
Serangan itu diklaim mencapai sasarannya dengan akurat dan merusaknya.
Dikatakan Hizbullah, serangan tersebut adalah balasan pihaknya atas serangan Israel di Lapangan Houla.
Hizbullah juga menyerangan satu gedung yang digunakan oleh pasukan Israel di permukiman Shomera yang diduduki Israel.
Serangan itu menjadi respons Hizbullah atas serangan Israel di Maroun Al-Ras.
Hizbullah menyebut para pejuangnnya menyerang pos militer Ma’yan Baruch dengan roket dan peluru artileri. Serangan berhasil mengenai sasaran.
Kemudian, Hizbullah menargetkan pos militer Al-Ramtha di Kfar Chouba dengan roket.
BACA JUGA : Jokowi Kini Kerap Ngevlog, Istana Jelaskan Alasannya
Sebut Israel Pengecut
Sekretaris Jenderal Hizbullah di Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah, menilai Israel pengecut pasca-pembantaian di Rafah baru-baru ini.
Ia juga mengatakan kejahatan itu hanya akan mempercepat kehancuran rezim Zionis.
“Rezim Zionis telah meberi tahu masyarakat Rafah, daerah tertentu aman. Namun, kemudian melakukan pengeboman di daerah itu,” kata Nasrallah dalam pidatonya di televisi, Selasa (28/5/2024), dikutip dari IRNA.
“Kejahatan pembantaian pengungsi Palestina di Gaza merupakan indikasi kebiadaban, pengkhianatan, dan sikap pengecut Israel,” lanjut dia.
Tak hanya itu, Nasrallah juga mengatakan masyarakat internasional harus sadar dari kelalaian mereka atas kejahatan kemanusiaan Israel di Gaza.
Ia menekankan, pembantaian di Rafah baru-baru ini telah menghilangkan semua topeng yang dipakai Israel untuk menampilkan negaranya sebagai rezim yang “beradab”.
“Saya tidak melihat adanya masa depan bagi rezim Zionis,” tutup Nasrallah.
Sebelumnya, 21 orang tewas akibat serangan udara Israel di al-Mawasi yang disebut sebagai “daerah aman”.
Tiga belas dari 21 korban tewas adalah anak-anak dan perempuan, kata koresponden Al Jazeera, Hind Khoudary, Selasa (28/5/2024).
Selain pada Selasa, Israel juga melancarkan serangan pada Minggu (26/5/2024) malam, yang menyebabkan penampungan pengungsi terbakar, di kawasan Tal as-Sultan, utara kota Rafah.
Serangan itu terjadi saat para pengungsi sedang bersiap tidur di dalam tenda-tenda pengungsian.
Setidaknya, ada 45 orang tewas dalam serangan itu.
Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan Israel menjatuhkan tujuh bom seberat 900 kg serta rudal di kamp penungsian.
Badan Verifikasi Sanad Al Jazeera berhasil memperoleh gambar pecahan yang diyakini persenjataan yang digunakan dalam serangan itu.
Foto itu menunjukkan ekor bom berdiameter kecil GBU-39/B buatan Boeing.
GBU-39/B dilengkapi mesin jet yang diambil dari rudal terarah M26.
Israel Klaim Tidak Sengaja
Sementara itu, Israel mengatakan kebarakan dan serangan di kamp pengungsi di Rafah, adalah “tidak terduga dan tidak disengaja.”
Dikutip dari Al Jazeera, militer Israel menyebut serangan mematikan pada Minggu, di kamp dekat Rafah adalah “serangan yang ditargetkan” terhadap “teroris senior Hamas.”
Mereka mengatakan kebakaran akibat serangan itu “di luar perkiraan.”
Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Daniel Hagari, mengatakan dalam pernyataannya lewat video, Selasa, militer sedang “menyelidiki penyebab kebakaran.”
Ia berspekulasi mungkin ada toko senjata di sebelah kompleks pengungsi tersebut hingga menyebabkan kebakaran dan menewaskan 45 warga sipil Palestina.
“Amunisi kami tidak akan mampu menyulut api sebesar ini. Saya ingin menekankan, amunisi kami tidak akan mampu menyulut api sebesar ini,” kata dia.
BACA JUGA : H-5 Timnas Indonesia vs Irak, Begini Respons Shin Tae-yong saat Ditanya Kondisi Rumput SUGBK
Hampir Satu Juta Warga Palestina Terpaksa Meninggalkan Rafah
Hampir satu juta warga sipil Palestina terpaksa meninggalkan tenda-tenda pengungsian mereka di Rafah, di tengah serangan mematikan Israel, lapor Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
“Dalam tiga minggu terakhir, sekitar satu juta orang telah meninggalkan Rafah,” lapor UNRWA, Selasa, dilansir Palestine Chronicle.
“Hal ini terjadi ketika tidak ada tempat yang aman untuk dituju dan di tengah pengeboman, mereka kekurangan makanan dan air, banyak tumpukan sampah dan kondisi kehidupan yang mengenaskan.”
UNRWA menambahkan, “Hari demi hari, memberi bantuan untuk warga sipil hampir menjadi hal yang mustahil.”
Rafah telah menampung lebih dari 1,5 juta pengungsi Palestina sebelum invasi darat dimulai pada 6 Mei.
Banyak dari mereka meninggalkan rumah mereka di daerah kantong yang terkepung dan diserang oleh pasukan Israel.