BERITA NANA4D – Pejabat senior militer Iran dan Arab Saudi dilaporkan menggelar pembicaraan mengenai kerja sama antara kedua negara di bidang keamanan dan pertahanan.
Pertemuan itu diwakili Brigadir Jenderal Bahman Behmard, wakil kepala operasi Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran, dan Kepala Staf Umum Saudi, Jenderal Fayyad bin Hamed al-Ruwaili.
Keduanya bertemu di sela Pameran Pertahanan Dunia 2024 di Riyadh pada Senin (5/2/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Behmard menyoroti kemampuan pertahanan dan militer Iran serta menyatakan kesiapan negara tersebut untuk mengembangkan hubungan keamanan dan pertahanan dengan Arab Saudi.
BACA JUGA : Dulu Gibran Pernah Idolakan Ahok, Kini Putra Sulung Presiden Jokowi Itu Disebut Tak Bisa Kerja
Dia mengundang Ruwaili untuk mengunjungi Teheran dan memberinya pesan dari menteri pertahanan Iran yang ditujukan kepada mitranya dari Arab Saudi.
Ruwaili, pada bagiannya, mengucapkan terima kasih kepada delegasi Iran yang menghadiri pameran tersebut dan menekankan perlunya memperluas kerja sama Teheran-Riyadh di bidang militer dan pertahanan.
Dalam pesan X, Duta Besar Iran untuk Riyadh Alireza Enayati mengunggah foto pertemuan tersebut.
Dalam pernyataan bersama setelah penandatanganan pakta tersebut, Teheran dan Riyadh menyoroti perlunya menghormati kedaulatan nasional satu sama lain dan menahan diri untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain.
Mereka sepakat untuk melaksanakan perjanjian kerja sama keamanan yang ditandatangani pada bulan April 2001 dan perjanjian lain yang dicapai pada bulan Mei 1998 untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, komersial, investasi, teknis, ilmu pengetahuan, budaya, olahraga, dan urusan pemuda.
Mulai Keras ke AS
Gaungan wacana kerjasama di bidang pertahanan dengan Iran ini bergema saat Arab Saudi mulai menunjukkan sikap keras terhadap sekutu Barat-nya Amerika Serikat terkait Perang Gaza.
Kerajaan Arab Saudi menegaskan kepada Amerika Serikat bahwa negara tersebut tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina diakui sebagai negara merdeka.
Kementerian Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi dalam sebuah pernyataannya hari Rabu (7/2/2024) mengatakan,”tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel kecuali negara Palestina merdeka diakui berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur.”
Dikutip dari Alarabiya, pemerintah Saudi secara tegas tidak akan menjalin hubungan diplomatik sampai “agresi” Israel di Jalur Gaza berhenti dan semua pasukan pendudukan Israel menarik diri dari Gaza.
BACA JUGA : Petugas Bandara Tewas Tertabrak Pesawat di Hong Kong
“Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa mengenai diskusi antara Kerajaan Arab Saudi dan Amerika Serikat mengenai proses perdamaian Arab-Israel, dan mengingat apa yang telah disampaikan kepada Juru Bicara Keamanan Nasional AS, Kementerian Luar Negeri menegaskan kalau posisi Kerajaan Arab Saudi selalu teguh dalam masalah Palestina dan pentingnya persaudaraan rakyat Palestina mendapatkan hak-hak mereka yang sah.”
“Kerajaan telah mengkomunikasikan posisi tegasnya kepada pemerintah AS bahwa tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel kecuali negara Palestina merdeka diakui di perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, dan bahwa agresi Israel di Jalur Gaza dihentikan dan dihentikan. Semua pasukan pendudukan Israel mundur dari Jalur Gaza.”
Kerajaan Arab juga mengulangi seruannya kepada anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang belum mengakui negara Palestina, untuk mempercepat pengakuan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sehingga rakyat Palestina dapat memperoleh hak-hak mereka yang sah dan agar perdamaian menyeluruh dan adil tercapai bagi semua orang.
Pada Selasa, juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa pemerintahan Biden telah menerima tanggapan positif bahwa Arab Saudi dan Israel bersedia untuk terus melakukan diskusi normalisasi.
Tetangga Arab Saudi di Teluk, Uni Emirat Arab dan Bahrain menjalin hubungan dengan Israel pada tahun 2020 berdasarkan Perjanjian Abraham.
Israel memulai serangan militernya di Gaza setelah militan dari Gaza yang dikuasai Hamas membunuh 1.200 orang dan menyandera 253 orang di Israel selatan pada 7 Oktober.
Sementara angin segar datang dari Qatar. Mediator Qatar memberitahukan pihak Hamas memberikan sinyak positif mengenai usaha gencatan senjata dengan ISrael.
Kelompok militan di Palestina tersebut menyatakan ingin Israel mengakhiri serangan di Gaza.
Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani menggambarkan reaksi Hamas terhadap proposal tersebut sebagai secara umum positif, akan tetapi ia tak mau merinci maksud dari positif tersebut.
Sementara di tempat sama, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan telah berdiskusi dengan para pejabat Israel ketika dia mengunjungi negara itu.
“Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun kami tetap yakin bahwa kesepakatan itu mungkin dan memang penting, dan kami akan terus bekerja tanpa henti untuk mencapainya,” ujarnya dikutip dari Al Jazeera.
BACA JUGA : Presiden Baru Argentina Menangis di Tembok Ratapan, Ingin Pindah Kedubes dari Tel Aviv ke Yerusalem
Qatar, Mesir dan AS terus melakukan mediasi untuk menghentikan peperangan di Gaza.
Berbicara kepada wartawan di Doha pada hari Selasa, Blinken mengatakan kesepakatan itu “penting”.
Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para pemimpinnya telah meninjau “kesepakatan gencatan senjata yang komprehensif dengan semangat positif”, termasuk rincian mengenai pengamanan bantuan dan tempat berlindung, rekonstruksi, pencabutan pengepungan yang telah melumpuhkan selama 17 tahun, dan penyelesaian “ proses pertukaran tahanan”.
Qatar telah bekerja sama dengan AS dan Mesir untuk menengahi gencatan senjata yang akan melibatkan penghentian pertempuran dan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.
PM Sheikh Mohammed Al Thani mengatakan ada sejumlah tantangan yang dihadapi para mediator selama perundingan, dan kejadian di Gaza mempengaruhi jalannya perundingan.
“Kami berharap untuk melihatnya menghasilkan dan menghasilkan segera,” katanya.